Welcome to My Blog

Welcome to My Blog

Sabtu, 24 Oktober 2015

Keutamaan Ilmu Menurut Para Ulama

Keutamaan Ilmu Menurut Para Ulama 

Keutamaan Ilmu Menurut Imam Alib Bin Abi Thalib
         IMAM Ali Bin Abi Thalib RA Merupakan salah satu sahabat Rasulullah yang memiliki kecerdasan, kebijaksanaan dan loyalitas tinggi terhadap dakwah Islam dan perkembangan peradaban dunia pada umumnya. Sebagai umat Nabi patut kiranya kita mencerna hikmah-hikmah yang beliau sampaikan perkara keutamaan menuntut ilmu, agar motivasi, niat dan semangat kita terus terjaga dan terpelihara dalam menjalankan amanah menuntut ilmu ini. berikut adalah sepuluh keutamaan ilmu menurut beliau:
  1. ilmu adalah warisan para nabi dan rasul, sedangkan harta adalah warisan fir’aun dan qarun
  2. ilmu akan menjaga kita, sedangkan harta sebaliknya,kitalah yang harus menjaganya
  3. semakin banyak ilmu semakin banyak orang yang menyayangi dan menghormatinya.sedangkan semakin banyak harta,semakin banyak musuh dan orang yang iri kepadanya
  4. ilmu jika diamalkan malah akan semakin bertambah,sedangkan harta jika digunakan akan semakin bekurang
  5. pemilik ilmu akan dihormati dan mendapat sebutan baik,sedangkan pemilik harta seringkali dicemooh dan mendapat julukan yang buruk
  6. ilmu tidak ada pencurinya sedangkan harta banyak pencurinya
  7. pemilik ilmu akan diberi syafaat (pertolongan) dihari akhir kelak,sedangkan pemilik harta akan dihisab diusut asal muasal hartanya oleh Allah swt
  8. ilmu akan kekal selamanya,sedangkan harta akan habis suatu saat nanti
  9. pemilik ilmu akan dijunjung tinggi dengan kualitas manusianya, sedangkan pemilik harta akan dijunjung tinggi dengan kualitas hartanya
ilmu itu akan menyinari pemiliknya, sehingga hatinya menjadi lembut. sedangkan harta akan membuat gelap mata pemiliknya, hati menjadi keras dan hidup tidak tentram.

Keutamaan Ilmu Menurut Al Ghazali
         Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa untuk mendapat kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, seseorang itu hendaklah mempunyai ilmu dan kemudian wajib untuk diamalkan dengan baik dan ikhlas. Keutamaan ilmu tersebut sebenarnya adalah peluang manusia untuk mendapatkan derajat yang lebih baik. Dengannya dapat memzahirkanexistensi manusia itu sendiri. Karena itulah Allah membedakan antara orang yang mengetahui dan tidak mengetahui, keduanya tidak sama. Firman Allah SWT, “Qul, hal yastawi alladzina ya’lamun walladzina la ya’lamun?.”[6]
Sebagai penuntut ilmu, selalu tak lepas dari hal-hal yang mengganggu perjalanannya, baik itu ekonomi, maupun akademisnya. Seorang yang ingin mencari ilmu harus meyakini pertama kali adalah rizki sepenuhnya dijamin Allah 100% dan dia datang dari tempat yang tidak diduga-duga.[7] Oleh karena itu, ajakan satu sama lain untuk belajar menjadi hal penting. Rumusannya, sebenarnya orang tanpa diajak untuk mencari uang, dia sudah pasti akan mencarinya tapi bila diajak saja untuk belajar belum tentu mau apalagi kalau tidak diajak. Oleh karena itu, sangat penting untuk saling mengajak satu sama lain dalam kebaikan terutama dalam belajar. Dengan begitu, maka orang yang keluar menuntut ilmu sesungguhnya Allah akan membukakan jalan kemudahan baginya bahkan jalan menuju surga sekalipun.[8]
Ketika perjalanannya yang dilalui banyak rintangan dan hambatan maka saat itulah ujian akan dia hadapi yang akhirnya akan menguji kesabarannya dalam melangkah. Itulah kenapa Imam Ghazali banyak menyinggung tentang kemuliaan orang yang menuntut ilmu seperti belajar satu bab saja dari ilmu Allah itu lebih baik dari pada sholat sunnah 100 rakaat.[9]
Ada banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an yang menyebutkan kewajiban terhadap orang yang mempunyai ilmu. Imam Ghazali menyebutkan Ilmu itu haram untuk di simpan secara sengaja.[10] Ilmu Allah adalah ilmu yang menjadi solusi bagi manusia, tapi ketika Ilmu Allah itu disimpan dan tidak mengajarkannya maka dia akan menjadi dosa dalam hatinya.[11]Itulah sebagian daripada fadhilah Ilmu [12] dan fadhilah yang menuntut ilmu serta sebagian dari kewajiban orang yang sudah mempunyai ilmu.
Imam Ghazali mendeskripsikan bahwa menuntut Ilmu itu seperti sesuatu yang disukai, jika dia memintanya maka seterusnya akan meminta yang lainnya atau meminta selain dari sejenisnya. Beliau mengatakan bahwa meminta selain darinya adalah lebih mulia (asyraf ) dan lebih utama (afdhal ) daripada meminta selain dari jenisnya, seperti dirham dan dinar (money oriented).[13] Oleh karena itu, yang meminta selainnya atau meminta bermacam-macam disiplin ilmu yang lain untuk dipelajari (knowledge oriented), akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat dan mendapatkan kenikmatan’melihat’ Allah SWT nantinya. Dengan deskripsi inilah, jika melihat ilmu seperti akan melihat sebuah kelezatannya ada dihadapannya.[14]
Ilmu menjadi wasilah untuk kesurga dan kebahagiaan yg ada didalamnya serta jalan untuk mendekatkan diri kepada Allahsubhanahu wata’ala. Wasilah kepada kebahagiaan merupakan sesuatu yang afdhal untuk dilakukan. Barangsiapa betawasshul kepada kebaikan hendaklah dengan ilmu dan amal. Tidak ada tawasshul kepada amal kecuali harus dengan ilmu dan kemudian diamalkan. Ilmu adalah permulaan dari kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan demikian, Ilmu menjadi amalan yang utama (afdhalul amal) dan tujuannya supaya dekat (Qorb) dengan Allah rabbul’ alamin, sang pemilik Ilmu dan alam semesta. Dengan demikian, bisa dipahami bahwa jika ilmu merupakan hal yang utama (afdhalul umur) maka yang menuntutnya termasuk yang meminta ke-afdhal-an dan ke-asyraf-an itu, dan begitu juga pengajarnya.[15]Subhanallah…!
Pembagian Ilmu
Dalam buku Ihya Ulumuddin di bab pertama ini, Imam Ghazali menulis tentang pembagian Ilmu. Menurut Imam Ghazali, Ilmu ada yang menjadi fardhu ‘ain untuk dipelajari, ada juga fardhu kifayah. Ilmu itu terbagi menjadi 2: yaitu Ilmu Mu’amalah dan Ilmu Mukasyafah.[16]
Dalam Ilmu Mu’amalah ini ada yang disyari’atkan dan ada juga tidak disyari’atkan.[17] Yang disyari’atkan dibagi menjadi 2, ilmu yang terpuji (‘ilmu mahmudah) dan ilmu yang tercela (‘ilmu madzmumah) [18].
Imam Ghazali menjelaskan bahwa ilmu itu menjadi mahmudah karena bermanfaat untuk kemaslahatan ummat. Beliau pun membagi menjadi 4 yaitu: Ushul, Furu’, Muqoddimat, dan Mutammimat.[19]
Ushul seperti Kitabullah Al-Qur’an, Assunnah, Ijma’ul ‘ummah, dan atsarushohabah.
Furu’ itu ilmu penunjang yang bisa membantu untuk memahami ‘ushul, bukan dari aspek lafaznya tapi dari aspek maknanya.ini pun dibagi menjadi 2; pertama, penunjang kebaikan dunia (mashlahat duniawi) seperti, ilmu fiqh, ilmu ‘aqoid, kedokteran, hisab, falak, politik, ekonomi dsb; dan kedua, penunjang kebaikan akhirat (mashlahat ukhrowi)seperti ‘ilm ahwalul qolb dan ‘ilm akhlaqul mahmudah wal madzmumah.
Muqoddimaat adalah sebagai alat yang membantu untuk bisa memahami ilmu ushul, Seperti Nahwu, Shorf, Balaghoh dsb.
Mutammimat adalah yang menyempurnakan seperti di dalam al-Qur’an. mempelajari ta’limul qiro’at, makharijul huruf. Kalau yang berkaitan dengan maknanya seperti ilmu tafsir. Yang berkaitan dengan hukum-hukumnya seperti mengetahui nasikh dan mansukh, ‘am dan khosh, atau nash dan dzohir.
Kalau didalam atsar dan akhbar ada ilmu tentang rijal, nama-namanya, nasabnya, nama-nama sahabat, sifat-sifatnya, atau ilmu‘adalah firruwat, mursal dan musnad, dsb. Kesemuanya ini adalah ilm yang disyari’atkan dan semuanya mahmudah dan masuk kedalam fardh kifayah untuk diperlajari.[20] Sedangkan Ilmu madzmumah (tdk terpuji) dicontohkan beliau seperti Sihr, Talbis, Jimat (Tholsimaat) dan ‘Ilm Asy-Sya’idzah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar